Sabtu, Juni 27, 2009

KONSEP DASAR SYNDROME NEFROTIK

BAB II
KONSEP DASAR SYNDROME NEFROTIK

1. Pengertian.
Menurut Hartono Andry 1995 ,dalam bukunya yang berjudul “Kesehatan Populer” menyebutkan bahwa syndrome nefrotik adalah kumpulan gejala klinis dan biokimiawi yang berhubungan dengan keadaan patologis pembuluh kapiler yang memungkinkan filtrasi protein plasma.
Sedangkan menurut The Renal Unit of the Royal Infirmary of Edinburgh pada website http://renux.dmed.ed.ac.uk menyebutkan it is name given to a condition when large amounts of protein leak out into the urine. Normal urine should contain almost no protein. In nephrotic syndrome the leak is large enough so that the levels of protein in the blood fall.
Dan dr. Suparman dalam bukunya Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 mengatakan sindrome nefrotik merupakan penyakit yang berhubungan dengan kelainan glomerulus akibat penyakit – penyakit tertentu atau tidak diketahui (idiopatik). Adapun yang berhubungan dengan penyakit – penyakit tertentu seperti penyakit metabolik, gangguan sirkulasi mekanik, keganasan, infeksi toksin dan lain – lain dikenal sebagai sindroma nefrotik sekunder, sedangkan yang primer (idiopatik) berhubungan dengan kelainan primer parenkim ginjal dan sebabnya tidak diketahui.
Pada buku lainnya juga disebutkan bahwa syndrome nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinurea, hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia kadang – kadang terdapat henaturia hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (ngastiyah, 1997:304).
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa syndrome nefrotik adalah sebagai kumpuolan gejala klinis dan biokimiawi yang berhubungan dengan keadaan patologis pembuluh kapiler glomerulus yang mengakibatkan terjadinya proteinurea, hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia serta penurunan fungsi hati.
2. Etiologi.
Etiologi dari syndrome nefrotik secara pasti belum diketahui, akhir – akhir ini dianggap sebagai penyakit autoimun, yaitu merupakan suatu rekasi antara antigen dan anti bodi.
Namun secara garis besar etiologi nefrotik sindrome, yaitu:
1) Penyakit parenkim ginjal primer :
a. Glomerulonefrotik akut pasca streptokok
b. Glomerulonefrotik idiopatik.
2) Penyakit metabolik dan jaringan kolagen (sistemik) :
a. Diabetes Mellitus
b. Amiloidosis
c. Henoch-schoenlein (purpura)
d. Lupus eritemitosis sistemik (SLE)
3) Gangguan sirkulasi mekanik :
a. Right Heart Syndrome (RHS)
b. Kelainan katup trikuspid
c. Pericarditis dan tamponade jantung
d. Penyakit jantung kongesif refrakter
e. Trombosis vena renalis
4) Penyakit keganasan :
a. Penykait hodgkin
b. Limfosarkoma
c. Mieloma multiple
5) Penyakit infeksi :
a. Malaria
b. Sifilis
c. Thypus abdominalis
d. Herpes zoster
e. Hepatitis B
6) Toksin spesifik :
a. Logam berat :
- Emas
- Bismuth
- Merkuri
b. Obat – obatan :
- Trimetadion
- Parametadion
- Penisilamin
7) Kelainan kongenital :
Sindrome nefrotik herediter
8) Lain – lainnya, sperti :
a. Sirosis hati
b. Obesitas
c. Kehamilan
d. Transplantasi ginjal

3. Patofisiologi.
Perubahan awal yang terjadi pada sindrome nefrotik adalah kekacauan sel – sel pada selaput basement glomerulus, berakibat peningkatan parotis / berlobang – lobang dari membran dengan kehilangan banyak protein lewat urine. Adanya ganggguan metabolisme / biokimia ginjal menyebabkan meningkatnya permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma sehingga protein terutama albumin dapat melewati membran dan dibuang melalui urine, maka terjadi proteinurea (hyperalbuminuria).
Akibat dari hyperalbuminuria, maka albumin dalam pembuluh darah menurun (hyporalbuminemia), dalam keadaan ini tekanan osmotic dalam pembuluh darah menurun yang mengakibatkan perpindahan cairan intravaskuler ke ruang interstitial dan cairan tersebut berkumpul pada ruang intestinal dan rongga badan sehingga terjadi edema, anasarka dan ascites.
Perpindahan cairan dari plasma ke interstitial akan mengurangi volume cairan didalam pembuluh darah sehingga terjadi hypovolemi, yang kemudian merangsang rennin angiotensin dan mengeluarkamn ADH serta aldosteron berakibat pada reabsorbsi natrium (Na) dan air ditubulus dalam usaha meningkatkan cairan intravaskuler.
Untuk mengganti kekurangan protein dalam pembuluih darah, tubuh berusaha meningkatkan produksi lipoprotein tetapi karena permeabilitas glomerulus terhadap protein sedang dalam keadaan meningkat, maka protein akan tetap banyak yang keluar melalui urine sehingga lemak menumpuk didalam pembuluih darah, maka terjadilah hyperkolesterolemia.


Permeabilitas Glomerulus meningkat
Kenaikan filtrasi
Plasma protein
Albuminuria
Hipoproteinemia

Faktor – faktor yang menentukan derajat proteinuria :
1) Besar dan bentuk molekul protein, muatan ion dan keutuhan molekul protein tersebut.
2) Konsentrasi plasma protein.
3) Muatan ion membran basalis dan lapisan sel epitel.
4) Tekanan dan aliran intra glomerulus yang menentukan ultrafiltrasi.

Berikut ini patogenesis (mekanisme) edema pada sindroma nefrotik:
SINDROMA NEFROTIK
PROTEINURIA MASIF
HIPOALBUMINEMIA
TEKANAN ONKOTIK KAPILER
VOLUME DARAH EFEKTIF

4. Gejala dan Tanda.
Edema merupakan gejala klinik yang menonjol. Kadang – kadang mencapai 40 % dari berat badan dan bersifat anasarka yang mengenai muka, tungkai, abdomen, vagina atau skrotum dan hydrothorak. Pembengkakan dari kelopak mata nyata jika bangun tidur di pagi hari. Pembengkakan akan meningkat karena adanya edema mikroskopis. Selama edema, biasanya produksi urine berkurang, agak keruh dan berbusa, berat jenis urine meningkat, terdapat proteinurea terutama albumin (85 – 95 %) sebanyak 10 – 15 gram/hari yang dapat ditentukan dengan pemeriksaan esbach. Selama beberapa minggu mungkin akan terdapat hematuria, azotemia dan hipertensi ringan jika terjadi kegagalan glomerulus. Klien juga mengalami anoreksia dan muntah – muntah karena edema mukosa lambung dan tubuh rentan terhadap infeksi sekunder karena daya tahan tubuh yang sangat rendah. Kimia darah menunjukkan hypoalbuminemia, kadar globulin normal atau meninggi sehingga terdapat perbandingan albumin globulin terbalik, didapatkan pula hyperkolesterolemia, kadar fibrinogen meninggi sedangkan kadar ureum normal, terkadang didapatkan pula anemia defisiensi besi karena transferin banyak yang keluar melalui urine. Apabila terjadi perubahan yang progresif di glomerulus, maka akan didapatkan penurunan fungsi ginjal pada fase nekrotik.

5. Pemeriksaan Penunjang.
a. Laboratorium :
Didapatkan proteionuria; berat jenis urine meninggi; sedimen dapat normal atau berupa thorak hialin dan granula dan terdapat sel darah putih; ditemukan double reflactile bodies; kimia darah menunjukkan hipoalbuminemia; hiperkolesterolemia; fibrinogen meningkat dan kadar urine normal; kadang – kadang terdapat protein bound.
b. X- ray.
Untuk mengetahui apakah ada kelainan baik pembesaran, tumor atau adanya hydronefrosis.
c. CT SCAN.
Untuk mengetahui tingkat keparahan atau luas daerah yang masih bisa berfungsi dan yang telah rusak.
d. Biopsy
Dilakukan untuk memastikan penyebab secara mikroskopis, tetapi buopsy tidak perlu dilakukan pada kasus nefrotik sindrome dengan pasien mengalami penyakit Diabetes Mellitus.

6. Penatalaksanaan.
a. Therapi
1) Istirahat sampai edema berkurang
2) Mencegah infeksi
3) Deuritik
4) Kortikosteroid.
International Cooperative of Kidney Discase in Children (ISKDC) mengajukan cara pengobatan sebagai berikut :
- Selama 28 hari pranison diberikan peroral dengan dosis 60 mg/hr/luas permukaan badan (1 bp) dengan maksimum 80 mg/hari
- Kemudian dilanjutkan dengan prednison peroral selama 28 hari dengan dosis 40 mg / hari / 1 bp. Setiap 3 hari dalam 1 minggu dengan dosis maksimum 60 mg / hari.
- Bila terdapat respon selama pengobatan, maka pengobatan ini dilanjutkan secara intermitten selama 4 minggu. Sekarang pengobatan dengan kosrtikosteroid tidak selalui seperti uraian pada a + b, tetapi melihat respon dari pasien apakah terjadi remisi / tidak dalam 4 minggu.
5) Antibiotik hanya diberikan bila ada infeksi
6) Lain – lain : fungsi asites; fungsi hydrothorak dilakukan bila ada indikasi vital. Jika ada gagal ginjal diberikan digitalis.
b. Diet.
Terapi diet sangat penting dalam pengobatan sindrome nefrotik dan prinsip yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :
1) Masukan protein tinggi untuk menggantikan kehilangan protein dari jaringan dan untuk memberikan cukup asam amino kepada hati guna mempercepat sintesis albumin. Kalau GFR-nya tidak menurun banyak hanya selera penderita yang membatasi masukan protein. Namun demikian untuk orang dewasa dengan ukuran tubuh dewasa asia Normal rata – rata protein kurang lebih 120 gram perhari sudah cukup untuk memperbaharui cadangan tubuh asalkan masukan kalori seluruhnya mencukupi.
2) Peningkatan konsumsi kalori yang mencapai 50 hingga 60 kalori per kg berat badan untuk menggalakkan keseimbangan nitrogen positif termasuk peningkatan sintesis protein plasma.
3) Pembatasan masukan natrium yang kurang dari 10 mEq perhari (230 mg) sudah cukup efektif untuk mencegah penumpukan cairan lebih lanjut. Namun pembatasan semacam ini sering tidak diterapkan karena pembatasan yang ketat akana menghasilkan diet yang cita rasanya tidak dapat diterima.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa diet pada klien dengan sindrome nefrotik adalah tinggi kalori, tinggi protein dan rendah natrium.
7. Prognosis.
Therapi antibakteri dapat menyebabkan mengurangi kematian akibat infeksi tetapi tidak berdaya terhadap kelainan ginjal, sehingga akhirnya dapat terjadi gagal ginjal. Penyembuhan klinik kadang – kadang terdapat setelah pengobatan dengan kortikosteroid selama bertahun – tahun.
8. Komplikasi.
Infeksi sekunder, terutama infeksi kulit yang disebabkan oleh streptokokkus, staphilokokkus, baretopnemonia, tuberkulosis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar