I. LATAR BELAKANG
Dengan semakin berkembangnya kemajuan kehidupan manusia yang berdampak pada semakin rumitnya masalah hubungan sosial manusia maka munculah apa yang disebut administrasi yang dipakai sebagai metode untuk mengatur tata urusan kehidupan manusia dalam berbagai bidang seperti ekonomi, kenegaraan, hubungan sosial dan banyak lagi. Sistem manajerial kemudian juga hadir sebagai aplikasinya dalam bidang ekonomi. Sistem ini kemudian melahirkan institusi baru yang mengakomodasi administrasi yang kini lazim kita sebut kesekretariatan atau perkantoran. Seiring dengan berjalannya waktu sistem ini berubah menjadi komunitas yang masing-masing mempunyai ciri khas sosialnya sendiri yang kemudian memiliki dampak pada pelakunya.
Sebuah klasifikasi klasik yang masih dapat dipakai tentang pekerja adalah klasifikasi pekerja menjadi dua yaitu pekerja fisik atau Blue-Collar Workers dan pekerja kantor atau White Collar Workers. White Collar Workers memiliki suatu kondisi dan beban kerja yang tentu saja berbeda dengan pekerja lainnya. Mereka bekerja di sebuah ruangan tertutup dalam satu bangunan. Tak jarang bangunan itu cukup sempit dengan ventilasi terbatas dan sering digantikan oleh pendingin ruangan. Mereka bekerja dibelakang meja dengan setumpuk kertas dokumen dan mesin ketik atau komputer dengan mobilitas fisik yang rendah, kecuali pada strata tertentu yang mobilitasnya sangat tinggi seperti direktur atau manajer.
Jam kerja yang diberlakukan bagi mereka bervariasi yang panjangnya antara 6 jam efektif hingga 10 jam pada industri tertentu. Pekerjaan mereka secara umum berkutat pada urusan dokumen dan hubungan interpersonal yang mengarah pada pengaturan bidang yang mereka tangani. Beban mereka cukup menguras pikiran dengan suasana yang kadang penuh ketegangan dan intrik. Timbul gaya hidup dan berbagai ciri kehidupan mereka seperti postur dan kondisi fisik diakibatkan oleh perbedaan pola makan dan gaya hidup lain seperti pilihan hiburan atau kecenderungan pada alkohol dan kurangnya olahraga.
II. DESKRIPSI
Perkantoran di era modern ini didefinisikan sebagai suatu lingkungan kerja dimana fungsinya untuk mengatur kerja operasional dari perusahaan. Strata sosial dalam komunitas perkantoran secara umum dapat digambarkan secara hirakhis seperti sebagai berikut:
Direktorat Komisaris
Bagian (manajerial)
Sub bidang (supervisor)
Tim kerja
Karyawan
Masing-masing bagian ini memiliki beban kerja dan kondisi kerja yang khas dan berbeda. Seperti direktur yang merupakan penanggung jawab tertinggi memiliki beban kerja yang tidak berat dan tingkat stress yang cukup rendah bila dibandingkan pihak manajerial. Kedua strata ini adalah strata yang mempunyai status sosial yang cukup baik di masyarakat dengan gaji yang baik pula.
Sedang bagian sub bidang cenderung untuk mempunyai tingkat stress cukup tinggi dalam posisinya sebagai penanggung jawab pelaksanaan secara teknis. Tim kerja dapat dikatakan sebagai sub unit terkecil dalam perkantoran yang menjadi ujung tombak pelaksana teknis organisasi. Tim inilah yang paling sering ditekan oleh pihak manajerial dengan berbagai target kerja yang kadang menguras pikiran mereka. Mereka jugalah yang berhadapan dengan pihak luar yang memakai jasa mereka. Tingkat stress yang berbeda ini juga membedakan teknik terapi dan penghilangan stress pada tiap strata.
III. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN KERJA
Dalam lingkungan perkantoran terutama kita jumpai penyakit-penyakit yang tidak menular, namun tidak menutup kemungkinan munculnya penyakit menular yang penu-larannya didukung oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Ventilasi dan sistem pendingin ruangan (AC/ Air Conditioner)
Di indonesia, AC dipakai di banyak tempat termasuk lingkungan kerja. Apalagi penggunaan AC yang berfungsi kurang baik dapat meningkatkan kelembaban ruangan. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan kesehatan yang disebut “Humidifier Fever”.
Timbulnya humidifier fever ini bisa terjadi karena perawatan AC yang tidak baik/teratur dan seringnya frekuensi pemakaian AC (±10jam/hari). Bila hal tersebut dibiarkan tanpa penanganan maka dapat menyebarkan penyakit keseluruh ruangan perkantoran tersebut.
2. Faktor Fisik
Yang termasuk faktor fisik disini bisa benda ataupun zat yang terdapat di kantor dan secara fisik dapat menularkan penyakit. Misalnya karpet yang biasa digunakan untuk melapisi ruangan ber-AC di perkantoran, apabila tidak dijaga kebersihannya maka dapat menimbulkan tumpukan debu halus yang bila tersebar terbawa angin dan terhirup pekerja kantoran akan mengganggu kesehatan.
3. Faktor Sanitasi
Seringkali kita jumpai di perkantoran disediakan minuman ataupun dapur bagi para pegawainya. Bila kebersihan air minum tersebut tidak terjaga maka dapat dapat juga menjadi salah satu faktor yang mendukung penyebaran penyakit.
Selain itu toilet bagi pekerja perkantoranpun harus dijaga kebersihannya agar jangan sampai menjadi sumber dan media penyebaran penyakit.
IV. INDENTIFIKASI MASALAH
Masalah kesehatan dalam lingkungan pekantoran tidak kalah dengan masalah kesehatan di pabrik-pabrik. Faktor-faktor yang mendorong timbulnya masalah tersebut antara lain:
1. Faktor Sosial Ekonomi
Salah satu masalah yang timbul yaitu stress, yang disebabkan karena terlalu banyaknya pekerjaan dan juga adanya konflik dengan rekan sesama karyawan atau dengan atasan. Stress ini termasuk dalam masalah kesehatan mental dan psikologi.
2. Faktor Resiko dan Gaya Hidup Pekerja Perkantoran
Gaya hidup yang salah sering menimbulkan masalah pada para pekerja, seperti:
? Karena terlalu sering duduk di belakang meja, sehingga aktivitas gerak mereka kurang. Hal tersebut dapat menyebabkan aliran darah kurang lancar sehingga timbul masalah pegal-pegal, linu di daerah punggung, pinggang, leher dan bahu.
? Kebiasaan lainnya seperti merokok, minum kopi, dan alkohol juga sering menimbulkan masalah.
? Kebiasaan makan makanan cepat saji (karena kurangnya waktu istirahat) sering menimbulkan masalah yang serius seperti stroke dan jantung koroner.
? Bagi operator komputer, sering timbul masalah dengan penglihatannya seperti mata perih, berair, dan mata merah
? Kebiasaan para pekerja untuk lembur dapat merangsang timbulnya stress akibat terlalu memaksakan diri dalam bekerja
3. Faktor Struktur Bangunan dan Lingkungan Kerja
Hal yang sering menimbulkan masalah antara lain : ventilasi, pencahayaan, dan sanitasi yang kurang memenuhi persyaratan. Sedangkan masalah kesehatan yang mungkin timbul antara lain : sesak nafas, asma, dan pneumoconeosis.
V. EPIDEMIOLOGI
Perkantoran di era modern ini didefinisikan sebagai suatu lingkungan kerja dimana fungsinya untuk mengatur kerja operasional dari perusahaan. Jadi sifatnya tidak terjun langsung ke lapangan namun sifatnya hanya sebagai “otak” dari suatu kegiatan perusahaan. Seringkali ditemukan permasalahan kesehatan pabrik, perkebunan, pertambangan, dan lain-lain, sedangkan masalah kesehatan kantor diabaikan. Hal tersebut disebabkan karena perkantoran seringkali diidentikkan dengan pekerjaan ringan yang hanya duduk dibalik meja serta berada didalam gedung yang dilengkapi dengan fasilitas untuk menunjang kerja dan kenyamanan bagi karyawan. Namun lingkungan seperti itu justru menimbulkan masalah tersendiri mengenai kesehatan para pekerja perkantoran. Pola kerja perkantoran sendiri cenderung lebih banyak mencurahkan pemikiran daripada kerja secara fisik sehingga juga dapat mendukung timbulnya masalah kesehatan psikis.
Canadian Institute Health Research (2004) menemukan fakta bahwa dari 70% pekerja kantor di negara industri yang bekerja di ruangan ber-AC sering menderita gejala-gejala seperti iritasi pada membran mukosa mata, tenggorokan dan hidung yang juga ditemukan pada gejala penyakit respirasi. Selain itu juga telah dilakukan penelitian risiko faktor fisik, kimia dan mikrobiologi terhadap terjadinya gangguan/keluhan sakit pada gedung bertingkat yang menggunakan AC sebagai penyejuk ruangan oleh Sukar antara tahun 1998 sampai 1999.
VI. MANIFESTASI KLINIS
Pada umumnya, penyakit yang sering muncul pada pekerja perkantoran dan perbankan adalah sress dan penyakit pernafasan. Beberapa penyakit yang sering mengenai para pekerja perkantoran tersebut antara lain :
1. Batuk
Rangsangan yang biasanya menimbulkan batuk adalah rangsangan mekanik, kimia, dan peradangan. Inhalasi debu, asap dan benda – benda asing kecil merupakan penyebab paling sering dari batuk. Perokok sering kali menderita batuk kronik karena terus menerus mengisap benda asing (asap) dan saluran nafasnya sering mengalami peradangan kronik.
Orang – orang yang bekerja pada perkantoran dan perbankan mempunyai resiko terkena batuk lebih besar. Hal ini disebabkan karena umumnya mereka bekerja pada suatu ruangan tertutup (ventilasi kurang), sehingga resiko inhalasi debu dan asap lebih besar. Hal ini diperparah apabila dalam ruangan tertutup tersebut terdapat perokok sehingga ruangan itu dipenuhi asap rokok.
2. Dispnea
Sering disebut sebagai sesak nafas, adalah perasaan sulit bernafas dan merupakan gejala utama dari penyakit kardiopulmonal. Seorang yang mengalami dispnea sering mengeluh nafasnya menjadi pendek atau merasa tercekik. Dispnea merupakan keluhan yang biasa pada “syndrome hiperventilasi” pada orang – orang sehat yang mengalami stress emosi.
Orang – orang yang bekerja pada ruangan tertutup tentu saja memiliki resiko yang lebih besar untuk mengalami dispnea. Hal ini diperparah bila orang tersebut mempunyai rasa takut secara psikis bahwa dia tidak dapat memperoleh jumlah udara yang cukup. Seseorang menjadi sangat dispnea terutama akibat pembentukan karbondioksida yang berlebihan dalam cairan tubuh. Namun, pada suatu waktu karbondioksida dan oksigen dalam cairan tubuh dalam batas normal. Tetapi untuk mencapai gas – gas ini dalam batas normal, orang tersebut harus bernafas dengan kuat sekali. Pada keadaan seperti ini, aktivitas otot – otot pernafasan yang sering kali membuat seseorang merasa dalam keadaan dispnea berat.
3. Sianosis
Sianosis merupakan salah satu tanda pertukaran gas yang kurang memadai. Hal ini ditandai dengan warna kebiru – biruan pada kulit dan selaput lendir yang terjadi akibat peningkatan absolut hemoglobin tereduksi (hemoglobin yang tidak berikatan dengan O2). Dapat merupakan tanda insufisiensi pernafasan, meskipun bukan merupakan tanda yang diandalkan.
Ada 2 jenis sianosis: sianosis sentral dan sianosis perifer. Sianosis sentral disebabkan oleh insufisiensi oksigenasi hemoglobin dalam paru – paru, dan yang paling mudah diketahui pada wajah, bibir, cuping telinga serta bagian bawah lidah. Sianosis perifer akan terjadi apabila aliran darah banyak berkurang sehingga sangat menurunkan saturasi darah vena, dan akan menyebabkan suatu daerah menjadi biru. Sianosis perifer dapat terjadi akibat infusiensi jantung, sumbatan pada aliran darah, atau vasokonstriksi pembuluh darah akibat suhu yang dingin.
Pada orang yang bekerja di suatu perkantoran ataupun perbankan, sering terkena suhu yang dingin akibat penggunaan AC yang terus menerus dalam suatu ruangan kerja. Oleh sebab itu, orang – orang yang bekerja pada ruangan yang ber AC mempunyai resiko yang lebih besar terkena sianosis khususnya sianosis perifer
4. Empisema Paru Kronik
Empisema paru kronik yang dapat muncul bila seseorang menghisap asap rokok dalam jangka waktu yang lama. Orang – orang yang bekerja pada perkantoran yang ruangannya tidak ber–AC dan kebetulan di dalam ruangan tersebut terdapat perokok, maka seluruh pegawai dalam ruangan tersebut mempunyai resiko untuk terkena empisema paru kronik. Empisema paru kronik yang disebabkan oleh asap rokok ini diakibatkan oleh adanya bahan – bahan yang dapat mengiritasi bronkhus dan bronkhiolus. Bahan – bahan tersebut mengacaukan mekanisme pertahanan normal saluran pernafasan termasuk kelumpuhan sebagian silia epitel pernafasan oleh efek nikotin. Sehingga mukus tidak dapat dikeluarkan dengan mudah dari saluran nafas. Perangsangan sekresi mukus yag berlebihan yang selanjutnya mengakibatkan kekambuhan kondisi ini, dan hambatan terhadap makrofag alveolus sehingga menjadi kurang efektif dalam memerangi infeksi.
5. Stress Emosi
Selain penyakit pernafasan, orang – orang yang bekerja pada perkantoran ataupun perbankan juga mempunyai kecenderungan untuk mengalami stress emosi. Stress ini dapat disebabkan karena banyaknya pekerjaan yang dibebankan pada mereka, konflik dengan teman sekantor ataupun karena kebosanan terhadap pekerjaan yang monoton di kantor. Untuk menghindari terjadinya stress perlu diciptakan suatu suasana kerja yang harmonis dan variatif.
Suatu hal yang sering kita lupakan pada tinjauan aspek klinik adalah kedudukan pegawai wanita yang hamil. Dalam suatu perkantoran pada umumnya belum diatur secara jelas apa yang menjadi hak mereka. Misalnya, mereka berhak mendapat cuti selama berapa bulan. Namun, yang perlu diingat bahwa selama pegawai tersebut cuti hamil mereka tetap mendapatkan gaji secara utuh. Oleh karena itu, pemerintah sebaiknya menetapkan suatu UU yang mengatur hal ini.
VII. STRATEGI PENANGGULANGAN
Dalam melakukan strategi penanggulangan, ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan yaitu:
1. Proses Kerja
Agar proses kerja pada perkantoran modern berjalan optimal, maka proses kerja yang dilakukan harus memenuhi syarat-syarat kesehatan. Hal-hal yang perlu mendapat perhatian sehubungan dengan proses kerja diantaranya:
a. Sikap tubuh dalam bekerja sangat dipengaruhi oleh bentuk, susunan, ukuran dan penempatan mesin-mesin, alat petunjuk dan cara-cara dalam melayani mesin (gerak, arah dan kekuatan)
b. Untuk normalisasi ukuran mesin dan alat-alat kerja, harus diambil ukuran terbesar sebagai dasar serta diatur dengan suatu cara, sehingga ukuran tersebut dapat diperkecil dan dapat dipakai oleh tenaga kerja yang lebih kecil. Misalnya; kursi dapat dinaik turunkan, tempat duduk yang dapat dimaju-mundurkan, dll.
c. Dari sudut otot, sikap duduk yang paling baik adalah sedikit membungkuk. Sedangkan dari sudut tulang, dinasehatkan untuk duduk tegak, agar punggung tidak bungkuk dan otot perut tidak lemas. Maka dianjurkan pemilihan sikap duduk tegak diselingi istrirahat dengan sedikit membungkuk.
d. Pekerjaan berdiri sedapat mungkin dirubah menjadi pekerjaan duduk. Jika tidak mungkin, kepada pekerja diberi tempat dan kesempatan untuk duduk.
2. Pengendalian Lingkungan Kerja
a. Lingkungan fisik
• Pekerjaan yang memerlukan ketelitian harus mendapat penerangan yang intensitasnya tinggi (±1000 luks). Pekerjaan yang memerlukan perbedaan dalam waktu yang pendek dan kontras harus mendapat penerangan sedikitnya 3000 luks. Pekerjaan kasar yang tidak memerlukan penglihatan yang kritis harus mendapat penerangan sedikitnya 50 luks. Selain intensitas penerangan, kesilauan dan kedipan antara obyek kerja dan sekitarnya juga harus diperhatikan. Sumber cahaya lain selain dari matahari tidak boleh menimbulkan panas berlebihan atau merusak susunan udara sehingga mengakibatkan gangguan dalam bekerja.
• Membersihkan mesin atau peralatan lain (seperti AC) dari debu-debu yang bisa masuk per inhalasi dan mengganggu kesehatan secara rutin
• Mengatur kelembaban udara, pH, suhu sehingga mikroba dan jamur tidak tumbuh
b. Lingkungan sosial budaya
Menciptakan suasana perkantoran yang kondusif. Keharmonisan antar karyawan dan antar karyawan dengan atasan akan menciptakan suasana kerja yang menyenangkan, selain itu bisa mengurangi penyakit yang sering menyerang karyawan yaitu stress.
3. Manajemen Pelayanan Kesehatan Kerja pada Karyawan
a) Primer level of prevention
Penyuluhan kesehatan yang dapat dilakukan diantaranya tentang gizi yang baik (karena kebanyakan pekerja perkantoran lebih suka mengkonsumsi makanan cepat saji akibat waktu istirahat yang terbatas, dimana makanan cepat saji ini disinyalir menjadi penyebab stroke dan penyakit jantung koroner), sanitasi individu dan lingkungan kerja, kebiasaan hidup sehat dan kegiatan sosial/rekreasi serta spiritual
b) Secondary level
Early diagnosis terhadap karyawan sehingga jika dimungkinkan adanya penyakit kerja maka akan segera diketahui dan diterapi. Sehingga fungsi tubuh bisa cepat kembali dan tidak menimbulkan kecacatan
c) Rehabilitation
4. Sistem Manajemen
? Kebijakan perusahaan dalam pemberian upah yang sesuai sehingga karyawan tidak mencari kerja sambilan yang akan mengganggu produktivitas kerja dan juga kesehatannya
? Pengadaan sarana kesehatan yang memadai seperti klinik, rumah sakit dan yang lainnya
? Pemberlakuan sangsi bagi pekerja yang melanggar aturan kesehatan dan keselamatan kerja
? Adanya pembagian shift ataupun kerja malam secara proporsional, karena pada pekerja malam (lemburan) akan menyebabkan:
a. Irama faal terganggu
b. Adanya ketidakseimbangan elektrolit tubuh
c. Kelelahan yang sangat akibat kuatnya kerja parasimpatis dibanding simpatis
? Adanya kebijakan bahwa pekerja dalam sehari tujuh jam dan 35 jam dalam seminggu
5. Pelaksanaan UU yang berhubungan dengan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(a) UU Kerja No. 3
“Tiap-tiap minggu harus diadakan sedikitnya sehari untuk istirahat”
(b) PP Menaker No. 7 Tahun 1964
? Memenuhi ukuran yang sesuai dengan tubuh tenaga kerja kita dan sesuai dengan bentuknya
? Nyaman sehingga menghindarkan ketegangan otot dan kelesuan yang berlebihan
? Memudahkan gerakan untuk bekerja, harus ada sandaran punggung
(c) UU No. 14 Tahun 1969 tentang ketentuan pokok tenaga kerja
Memuat ketentuan pokok tenaga kerja, mengatur hygiene perusahan dan kesehatan kerja
(d) Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1951
“Buruh tidak boleh menjalankan pekerjaan lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu. Jikalau pekerjaan dilakukan malam hari atau berbahaya bagi kesehatan atau keselamatan buruh, waktu kerja tidak boleh lebih dari 6 jam sehari dan 35 jam seminggu” (Pasal 10 Ayat 1)
DAFTAR PUSTAKA
Canadian Institute Health Research, 2004. Ultra-violet Irradiation Could Reduce Office Sickness. (Online). (http://www.sk.lung.ca/content.cfm?edit_realword=xtra0129), diakses tanggal 9 April 2005.
Sukar, 1999. Sindroma Penyakit pada Gedung Bertingkat. (Online). (http://www.litbang.depkes.go.id/ekologi/abstrak_98-99.htm - 113k), diakses tanggal 9 April 2004.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar