Kamis, April 30, 2009

PENGARUH PEMBERIAN TEHNIK NAFAS DALAM DAN TERAPI MUSIK TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI (DISMENORE) PADA REMAJA PUTRI

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dismenore atau nyeri haid mungkin merupakan suatu gejala yang paling sering menyebabkan wanita-wanita muda pergi ke dokter untuk konsultasi dan pengobatan. Karena gangguan ini sifatnya subjektif, berat atau intensitasnya sukar dinilai. Walaupun frekuensi dismenore cukup tinggi dan penyakit ini sudah lama dikenal namun sampai sekarang patogenesisnya belum dapat dipecahkan dengan memuaskan.
Hampir semua wanita mengalami rasa tidak enak di perut bawah sebelum dan selama haid dan sering kali rasa mual maka istilah dismenore hanya dipakai jika nyeri haid demikian hebatnya, sehingga memaksa penderita untuk istirahat dan meninggalkan pekerjaan atau cirri hidupnya sehari-hari untuk beberapa jam atau beberapa hari.
Tidak ada angka pasti mengenai jumlah penderita dismenorhea di Indonesia, namun di Surabaya di dapatkan angka 1,07 % hingga 1,31% dari jumlah penderita dismenorhea yang datang ke bagian kebidanan (Riyanto, 2002).
Banyak cara untuk menghilangkan atau menurunkan nyeri, baik secara farmakologis, misal obat-obatan analgesik ataupun menghilangkan cara dengan intervensi keperawatan yang bersifat non farmakologis dan independent (Long,1996). Manajemen nyeri non farmakologis lebih aman digunakan karena tidak menimbulkan efek samping yang seperti obat-obatan karena terapi non farmakologis menggunakan proses fisiologis. Oleh karena itu, untuk mengatasi nyeri tingkat ringan atau sedang lebih baik menggunakan manajemen nyeri non farmakologis (Ignatavicius, 1995).
Salah satu intervensi keperawatan untuk menurunkan nyeri adalah pengalihan perhatian. Dimana tehnik ini dengan memfokuskan diri kepada lingkungan. Lingkungan yang sangat tenang dan sedikit membangkitkan input sensori. Perhatian harus cukup kuat untuk melibatkan seluruh perhatian yang tidak menjemukan. Nyeri yang diderita sangat luas memerlukan berbagai penarik perhatran yang berarti. Metode menarik perhatian yang digunakan yaitu tehnik nafas dalam dan terapi musik (Long, 1996).
musik dapat membuat para pasien menjadi rileks, sehingga hanya mmerlukan obat-obatan yang lebih sedikit.
Mengingat pentingnya hal tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap pengaruh pemberian tehnik nafas dalam dan terapi musik terhadap penurunan nyeri haid (dismenorhea) pada remaja putri.

1.2 Perumusan Masalah
Bagaimanakah pengaruh pemberian tehnik nafas dalam dan terapi musik terhadap penurunan intensitas nyeri haid (dismenore) pada remaja putri?

1.3 Tujuan Penulisan
a. Mengetahui pengaruh pemberian tehnik nafas dalam dan terapi musik terhadap penurunan intensitas nyeri haid (dismenorea) pada remaja putri.
b. Mengetahui pengaruh pemberian terapi musik terhadap penurunan intensitas nyeri haid (dismenorea) pada remaja putri.
c. Membandingkan intensitas nyeri haid dengan menggunakan kedua tehnik tersebut.

1.4 Manfaat Penulisan
Bagi mahasiswa
a. Mahasiswa dapat mengaplikasikan teori tehnik nafas dalam dan terapi musik pada klien yang menderita nyeri haid (dismenorea).
b. Mahasiswa dapat menggunakan proposal ini sebagai pedoman untuk melakukan penelitian.
Bagi instansi
a. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai referensi baru khususnya mata kuliah maternitas.
b. Memberikan masukan kepada kelompok usia remaja tentang cara menurunkan intensitas nyeri haid (dismenore) yaitu dengan menggunakan tehnik nafas dalam dan terapi music, serta membandingkan kedua tehnik tersebut mana yang lebih efektif.



























BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dismenorhea
2.1.1 Pengertian
Dismenorhea merupakan rasa nyeri saat menstruasi yang sangat mengganggu aktivitas sehari-hari (Manuaba, 1998:518).
Dismenore atau nyeri selama nyeri haid adalah satu gejala-gejala ginekologik yang paling sering (Taber, 1994).
Dismenore adalah nyeri perut yang berasal dari kram rahim dan terjadi selama menstruasi (www.blogdokter.net).

2.1.2 Macam Dismenorhea
a. Dismenore Primer
Dismenore primer, dengan mulai timbulnya beberapa bulan sampai beberapa tahun setelah menarke, terjadi berhubungan dengan siklus ovulasi (Taber, 1994).
Dismenore primer jika tidak ditemukan penyebab yang mendasarinya dan dismenore sekunder jika penyebabnya adalah kelainan kandungan. Dismenore primer sering terjadi, kemungkinan lebih dari 50% wanita mengalaminya dan 15% diantaranya mengalami nyeri yang hebat. Biasanya dismenore primer timbul pada masa remaja, yaitu sekitar 2-3 tahun setelah menstruasi pertama. Nyeri pada dismenore primer diduga berasal dari kontraksi rahim yang dirangsang oleh prostaglandin. Nyeri dirasakan semakin hebat ketika bekuan atau potongan jaringan dari lapisan rahim melewati serviks (leher rahim), terutama jika saluran serviksnya sempit.
Faktor lainnya yang bisa memperburuk dismenore adalah: rahim yang menghadap ke belakang (retroversi), kurang berolah raga, stres psikis atau stres sosial.
Pertambahan umur dan kehamilan akan menyebabkan menghilangnya dismenore primer. Hal ini diduga terjadi karena adanya kemunduran saraf rahim akibat penuaan dan hilangnya sebagian saraf pada akhir kehamilan. Perbedaan beratnya nyeri tergantung kepada kadar prostaglandin. Wanita yang mengalami dismenore memiliki kadar prostaglandin yang 5-13 kali lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang tidak mengalami dismenore. Dismenore sangat mirip dengan nyeri yang dirasakan oleh wanita hamil yang mendapatkan suntikan prostaglandin untuk merangsang persalinan.

b. Dismenore sekunder
Dismenore sekunder disebabkan oleh keadaan patologis pelvic yang spesifik dan dapat terjadi pada setiap saat selama masa reproduksi pasien (Taber, 1994).
Dismenore sekunder lebih jarang ditemukan dan terjadi pada 25% wanita yang mengalami dismenore. Dismenore sekunder seringkali mulai timbul pada usia 20 tahun.
a. Penyebab dari dismenore sekunder adalah:
b. Endometriosis
c. Fibroid
d. Adenomiosis
e. Peradangan tuba falopii
f. Perlengketan abnormal antara organ di dalam perut.
g. Pemakaian IUD.

2.1.3 Faktor-faktor etiologi
Manuaba (1994) membagi Faktor-faktor etiologi primer dan sekunder yaitu:
a) Dismenore primer
1) Hiperaktivitas otot uterus
2) Faktor-faktor psikogenik
b) Dismenore sekunder
1) Abnormali uterus congenital
2) Leimioma submukosa
3) Polip intrauterine atau intraservikal
4) Endometriosis
5) Adenomiosis
6) Infeksi pelvis akut dan kronik
7) Stenosis servikalis
8) Alat kontrasepsi dalam rahim

2.1.4 Patofisiologi
Tahap-tahap terjadinya menstruasi, yaitu stadium regenerasi, stadium profilerasi dan stadium promenstruasi (sekresi), dismenorhea terjadi pada saat fase pramenstruasi (sekresi) (Manuaba, 1998). Pada fase ini terjadi peningkatan hormon prolaktin dan hormon estrogen. Sesuai dengan sifatnya, prolaktin dapat meningkatkan uterus. Dan apabila kontraksi ini dirasakan begitu hebat yang melebihi ambang nyeri seseorang, maka orang tersebut akan merasakan nyeri di bagian perut dan disebut sebagai dismenore.
Hormon yang juga terlibat dalam dismenore adalah hormon prostaglandin (PGS) hal ini dibuktikan pada cairan haid dari wanita yang sedang menderita dismenore mempunyai kadar yang lebih tinggi daripada kadar prostaglandin normal (Kacker, 2001: 364). Wong (1998) menyebutkan bahwa prostaglandin sangat terkait dengan infertilitas pada wanita, dismenore, hipertensi, preeklamsi-eklamsi, dan anafilaktik syok. Pada fase menstruasi prostaglandin meningkatkan respon miometrial yang menstimulasi hormon oksitosin. Dan hormon oksitosin ini juga mempunyai sifat meningkatkan kontaraksi uterus. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dismenore sebagian besar akibat kontraksi uterus.

Selanjutnya stimulasi nyeri dapat menuju ke otak melalui 4 hal yaitu (Roshdal, 2000).
a. Transdution, system saraf merubah stimulasi nyeri menjadi impuls di ujung saraf
b. Transmission impuls bergerak dari titik awal ke otak
c. Perception, otak merekognisi, mendefinisikan dan merespon nyeri.

Dengan adanya stimulus nyeri tubuh merespon dengan menghambat dan meningkatkan nyeri melalui mekanisme inhibisi dan fasilitasi. Input pada spina cord tersebut dipengaruhi oleh substansi kimia neuroregulation yang meliputi (Ignatavicius, 1996).
a. Neurotrasmiter
Merupakan zat kimia yang menghambat dan mengeksistensi aktivitas post sypnotic sel membaran saraf, antara lain asetikolin, norephinefrin, ephineprin, dopamine.
b. Neuromedulator
Merupakan protein hormon yang ditemukan diotak yang berimplikasi pada modikasi nyeri. Substansi ini berespon menyebabkan analgesik.
c. Peptida besar (endorphin).
Dapat memblok nyeri yang kuat, yang dilepaskan bila dilakukan stimulasi kulit misalnya masase, relaksasi.
d. Peptida kecil (enkephalis)
Tersebar di sepanjang otak dan dorsal horn dari spina cord, yang kurang paten dibanding endorphin.
Dari siklus diatas seseorang dapat memberikan respon nyeri baik verbal atau non verbal.

2.2 Kajian
2.2.1 Pengertian nyeri
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).
Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.

2.2.2 Skala Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007).

Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut :

1) Skala intensitas nyeri deskritif

2) Skala identitas nyeri numerik

3) Skala analog visual

4) Skala nyeri menurut bourbanis

Keterangan :
0 : Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan
secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.
4-6 : Nyeri sedang
Secara obyektif klien mendesis,menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.
7-9 : Nyeri berat
:secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi
10 : Nyeri sangat berat
Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul.

Respon perubahan perilaku terhadap nyeri dikatagorikan sebagai berikut:
1. Tidak nyeri
2. Nyeri ringan, secara objektif klien dapat berkomunikasi dengan baik, tindakan manual dirasakan sangat membantu.
3. Nyeri sedang, secara objektif akan mendesis, menyeringai dan dapat menunjukkan lokasi nyeri dengan tepat dan dapat sekaligus mendeskripsikannya. Klien dapat mengikuti perintah dengan baik, dan responsif terhadap tindakan manual.
4. Nyeri berat, secara objektif klien terkadang tidak dapat menunjukkan lokasi nyeri tetapi masalah responsive terhadap tindakan manual, dapat menunjukkan lokasi nyeri tetapi tidak dapat mendeskrifsikannya.
5. Nyeri sangat berat, serta objektif klien tidak mampu berkomunikasi dengan baik, berteriak histeris tidak dapat dikendallikan, menarik-narik apa saja yang dapat digapai, memukul-mukul benda disekitarnya, tidak responsif terhadap tindakan dan tidak dapat menunjukkan lokasi nyeri (Barbara, 1991).

2.2.3 Tindakan-Tindakan Untuk Mengurangi Nyeri
Secara garis besar ada dua macam untuk mengurangi atau menurukan nyeri yaitu:
a. Tindakan Farmakologis
1) Sedatif untuk mengurangi kecemasan dan merangsang untuk tidur. Barbiturat jarang digunakan karena memiliki efek yang kurang baik bagi klien.
2) Analgesik meliputi anti nyeri, relaksasi dan aktivitas rileks. Analgesik menghilangkan nyeri dengan mencegah impuls saraf ke otak.

b. Tindakan Non Farmakologis
Menurut Ignatavicus (1995) manajemen nyeri non farmakologis terbagi menjadi dua yaitu:
1) Tindakan fisik
Tindakan-tindakan fisik untuk menurunkan nyeri adalah sebagai berikut:
a. TENS ( Transcutaneus Elektrical Nerve Stimulation)
Tindakan ini melalui pendekatan gate control of pain atau gerbang transmisi nyeri yaitu memblok stimuli nyeri dengan stimuli kurang nyeri kepada serabut-serabut besar. Stimuli listrik dapat mengakibatkan opiat dan non opiat jalur yang menurun.

b. Masasse
Pijatan lembut pada bagian tubuh klien yang nyeri dengan menggunakan tangan akan menyebabkan relaksasi otot dan memberikan efek sedasi.

c. Vibrator
Vibrator dengan tenaga baterai atau listrik yang meningkatkan efek masasse
d. Terapi panas dingin
a. Terapi panas
Fungsi terapi panas salah satunya adalah untuk mengatasi atau mengurangi nyeri. Mekanisme pastinya tidak begitu dimengerti teori menyebutkan bahwa keberadaan stimulasi panas dan nyeri, persepsinya saling mengurangi.

b. Terapi dingin
Terapi dingin sering digunakan untuk membatasi akumulasi pada jaringan tubuh. Hal ini terjadi melalui proses vasokontriksi dan mengurangi sirkulasi, sehingga tidak terjadi penumpukan cairan pada area injuri yang dapat menekan dan menambah nyeri. Nyeri dan spasme otot, juga berkurang dengan efek anastesi dari terapi dingin.

b. Tindakan kognitif behavirol
1. Tehnik distraksi
Tehnik distraksi adalah pengalihan dari fokus perhatian terhadap nyeri ke stimulus yang lain. Tehnik distraksi dapat mengatasi nyeri berdasarkan teori bahwa aktivasi retikuler menghambat stimulus nyeri. jika seseorang menerima input sensori yang berlebihan dapat menyebabkan terhambatnya impuls nyeri ke otak (nyeri berkurang atau tidak dirasakan oleh klien),. Stimulus yang menyenangkan dari luar juga dapat merangsang sekresi endorfin, sehingga stimulus nyeri yang dirasakan oleh klien menjadi berkurang. Peredaan nyeri secara umum berhubungan langsung dengan partisipasi aktif individu, banyaknya modalitas sensori yang digunakan dan minat individu dalam stimulasi, oleh karena itu, stimulasi penglihatan, pendengaran dan sentuhan mungkin akan lebih efektif dalam menurunkan nyeri dibanding stimulasi satu indera saja (Tamsuri, 2007).
Jenis Tehnik Distraksi antara lain :
1) Distraksi visual
Melihat pertandingan, menonton televisi, membaca koran, melihat pemandangan dan gambar termasuk distraksi visual.
2) Distraksi pendengaran
Diantaranya mendengarkan musik yang disukai atau suara burung serta gemercik air, individu dianjurkan untuk memilih musik yang disukai dan musik tenang seperti musik klasik, dan diminta untuk berkosentrasi pada lirik dan irama lagu. Klien juga diperbolehkan untuk menggerakkan tubuh mengikuti irama lagu seperti bergoyang, mengetukkan jari atau kaki. (Tamsuri, 2007).
Musik klasik salah satunya adalah musik Mozart. Dari sekian banyak karya musik klasik, sebetulnya ciptaan milik Wolfgang Amadeus Mozart (1756-1791) yang paling dianjurkan. Beberapa penelitian sudah membuktikan, Mengurangi tingkat ketegangan emosi atau nyeri fisik. Penelitian itu di antaranya dilakukan oleh Dr. Alfred Tomatis dan Don Campbell. Mereka mengistilahkan sebagai “Efek Mozart”.
Dibanding musik klasik lainnya, melodi dan frekuensi yang tinggi pada karya-karya Mozart mampu merangsang dan memberdayakan daerah kreatif dan motivatif di otak. Yang tak kalah penting adalah kemurnian dan kesederhaan musik Mozart itu sendiri. Namun, tidak berarti karya komposer klasik lainnya tidak dapat digunakan (Andreana, 2006)
3) Distraksi pernafasan
Bernafas ritmik, anjurkan klien untuk memandang fokus pada satu objek atau memejamkan mata dan melakukan inhalasi perlahan melalui hidung dengan hitungan satu sampai empat dan kemudian menghembuskan nafas melalui mulut secara perlahan dengan menghitung satu sampai empat (dalam hati). Anjurkan klien untuk berkosentrasi pada sensasi pernafasan dan terhadap gambar yang memberi ketenangan, lanjutkan tehnik ini hingga terbentuk pola pernafasan ritmik.
Bernafas ritmik dan massase, instruksi kan klien untuk melakukan pernafasan ritmik dan pada saat yang bersamaan lakukan massase pada bagaian tubuh yang mengalami nyeri dengan melakukan pijatan atau gerakan memutar di area nyeri.
4) Distraksi intelektual
Antara lain dengan mengisi teka-teki silang, bermain kartu, melakukan kegemaran (di tempat tidur) seperti mengumpulkan perangko, menulis cerita.
5) Tehnik pernafasan
Seperti bermain, menyanyi, menggambar atau sembayang
6) Imajinasi terbimbing
Adalah kegiatan klien membuat suatu bayangan yang menyenangkan dan mengonsentrasikan diri pada bayangan tersebut serta berangsur-angsur membebaskan diri dari dari perhatian terhadap nyeri

Tehnik terapi music
a. Untuk memulai melakukan terapi musik, khusunya untuk relaksasi, Anda dapat memilih sebuah tempat yang tenang, yang bebas dari gangguan. Anda dapat juga menyempurnakannya dengan menyalakan lilin wangi aromaterapi guna membantu menenangkan tubuh.
b. Untuk mempermudah, Anda dapat mendengarkan berbagi jenis musik pada awalnya. Ini berguna untuk mengetahui respon dari tubuh Anda.
c. Lalu duduklah di lantai, dengan posisi tegak dengan kaki bersilangan, ambil nafas dalam-dalam, tarik dan keluarkan perlahan-lahan melalui hidung.
d. Saat musik dimainkan, dengarkan dengan seksama instrumennya, seolah-olah pemainnya sedang ada di ruangan memainkan musik khusus untuk Anda. Anda bisa memilih duduk lurus di depan speaker, atau bisa juga menggunakan headphone. Tapi yang terpenting biarkan suara musik itu mengalir keseluruh tubuh Anda, bukan hanya bergaung di kepala.
e. Bayangkan gelombang suara itu datang dari speaker dan mengalir keseluruh tubuh Anda. Bukan hanya Anda rasakan secara fisik tapi juga fokuskan dalam jiwa. Focuskan ditempat mana yang ingin Anda sembuhkan, dan suara itu mengalir ke sana. Dengarkan, sembari Anda membayangkan alunan musik itu mengalir melewati seluruh tubuh dan melengkapi kembali sel-sel, lapisan tipis tubuh dan organ dalam Anda.
f. Saat Anda melakukan terapi musik, Anda akan membangun metode ini melakukan yang terbaik bagi diri sendiri. Sekali telah mengetahui bagaimana tubuh merespon pada instrumen, warna nada, dan gaya musik yang didengarkan, Anda dapat mendesain sesi dalam serangkaian yang Anda telah temukan sebagai yang paling berguna bagi diri sendiri.
g. Idealnya, Anda dapat melakukan terapi musik selama kurang lebih 30 menit hingga satu jam tiap hari, namun jika Anda tak memiliki cukup waktu 10 menitpun jadi, karena selama waktu 10 menit itu musik telah membantu pikiran Anda beristirahat.

2. Relaksasi
Merupakan metode yang efektif terutama pada pasien yang mengalami nyeri kronis.

Tehnik nafas dalam
a. Pasien menarik napas dalam dan mengisi paru-paru dengan udara.
b. Perlahan-lahan udara dihembuskan sambil membiarkan tubuh menjadi kendor dan merasakan betapa nyaman hal tersebut.
c. Pasien bernafas beberapa kali dengan irama normal.
d. Pasien menarik nafas dalam lagi dan menghembuskan pelan-pelan dan membiarkan hanya kaki dan telapak kaki yang kendor.
e. Pasien mengulang langkah 4 dan mengkonsentrasikan pikiran pada lengan, perut, punggung dan kelompok otot-otot lain.
f. Setelah pasien relaks, pasien dianjurkan bernafas secara pelan-pelan. Bila nyeri menjadi hebat, pasien dapat bernafas secara dangkal dan cepat (Priharjo, 1993).

BAB III
METODELOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan penelitian
Rancangan penelitian keperawatan ini menggunakan tehnik penelitian observasi partisipatif dengan metode pre test – post test design yang dilakukan pengukuran awal kemudian diberi perlakuan dan pengukuran setelah perlakauan (Arikunto, 1998). Tehnik yang digunakan adalah observasi partisifan yaitu suatu metode dimana pengamat (observer) ikut aktif berpartisifasi dalam kegiatan yang dilakukan (Notoatmojo, 2002).

3.2 Subjek dan sampel Penelitian
Subjek penelitian pada penelitian ini adalah 10 orang remaja putri yang masih sekolah dengan kriteria sebagai berikut:
1. Remaja putri yang sudah mengalami menstruasi dan mengeluh dismenore
2. Tidak mendapatkan terapi farmakologis selama perlakuan
3. Tidak mendapatkan terapi non farmakologis sebelum perlakuan
4. Bersedia berpartisipasi sebagai responden dalam studi kasus.
Adapun tehnik pengambilan sampling dengan menggunakan “purposive sampling”.

3.3 Fokus penelitian
Penelitian yang dilakukan berfokus pada “pengaruh pemberian tehnik nafas dalam dan terapi musik merupakan variabel bebas sedangkan terhadap penurunan intensitas nyeri dismenore pada remaja putri merupakan variabel terikat.

3.4 Definisi Operasional
a. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).


Alat ukur : Kuisioner
Cara ukur : Observasi
Skala ukur : skala intensitas nyeri
Hasil ukur: 0 : tidak nyeri
1-3 : nyeri ringan
4-6 : nyeri sedang
7-9 : nyeri berat
10 : nyeri sangat berat

b. Tehnik nafas dalam adalah tehnik dengan cara merelaksasikan otot-otot tubuh.
c. Tehnik terapi music adalah pengalihan dari fokus perhatian terhadap nyeri ke stimulus yang lain.

3.4.1 Bagan Kerangka Opereasional
Variabel independent Variabel dependent









Keterangan:
: variabel yag diteliti
: variabel yang tidak diteliti


3.4.2 Kerangka Konseptual Penelitian
Intervensi Kep











3.5 Pengumpulan Data
Tehnik pengumpulan data pada studi kasus ini dengan menggunakan tehnik analitik konjugatif yaitu melakukan pengukuran awal intensitas nyeri kemudian 5 orang yang sudah dipilih yaitu disuruh untuk melakukan tehnik nafas dalam dan 5 orang lagi disuruh melakukan terapi musik. Adapun tehnik ukur nyeri berupa rumus bourjones :
0 : tidak nyeri
1-3 : nyeri ringan
4-6 : nyeri sedang
7-9 : nyeri berat
10 : nyeri sangat berat
Prosedur dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut :
a. Menentukan responden sebagai subjek penelitian sesuai kriteria.
b. Menentukan responden untuk bersedia menjadi subjek penelitian dengan menandatangani informed concern.
c. Mengajarkan tehnik nafas dalam dan terapi musik dan kemudian klien disuruh untuk melakukan sendiri.
d. Memberikan perlakuan pada responden , yaitu dengan membimbing tehnik nafas dalam dan terapi musik.
e. Meminta responden untuk menunjukkan letak nyerinya dengan skala 0-10 setelah perlakuan.

3.6 Tempat dan Waktu
Tempat : MAN 1 Malang
Waktu : Maret 2009

3.7 Tehnik Pengolahan Data
a. editing data
b. coding data
c. entry data
d. tabulating data
e. describing

3.8 Tehnik analisa Data
deskriftif
intensitas nyeri setelah diberi nafas dalam
intensitas nyeri setelah terapi musik
analitik
lihat buku statistik non parametrik dengan kelompok tidak berpasangan mann whitening.

3.9 penyajian data
Penyajian data dilakukan dalam bentuk table dan distribusio frekuensi disertai penjelasan, dimana table analisis hubungan variable dependent dan independent.




DAFTAR PUSTAKA


Arikunto, S. 1998. Prosedur suatu pendekatan praktek. Jakrta: PT. Rineka Cipta
Barbara, C. Long. 1996 perawatan medikal bedah. Jakarta : EGC
Ignatavius, DD, Workman, and MIshler, MA. 1995. Pain: Medical surgical Nursing. Philadelphia: WB Saunder Company

Kicker, Nevelle. E. 2001. Essential Obsetri Ginekologi. Jakarta: Hipokrates
Kozier, B and Erb. Glenora. 1995. Fundamental Of Nursing, 5th Edition. California: Wesley Publishing Company

Manuaba, 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan Dan Keluarga Berencana. Jakarta: EGC

Manuaba, 1994. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan Dan Keluarga Berencana. Jakarta: EGC

Notoadmodjo, Sukijo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta

Roshdal. 2000. Basic Nursing. St. Louis: Mosby-Yearbook.Inc
Taber, B. 1994. Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri Dan Ginekologi. Jakarta: EGC

www.blogdokter.net
www.knol.google.com







Rabu, April 15, 2009

MEMAHAMI ORANG DAN KODRAT MANUSIA

Menurut Giblin l(2008) langkah pertama untuk meningkatkan hubungan kita terhadap orang lain yaitu memahami kodrat manusia dengan tepat.
Bila kita memahami kodrat manusia dengan tepat maka kita akan dapat menjadi manajer yang terampil.
Memahami orang dan kodrat hanyalah mengenali dan mengakui orang sebagaimana mereka adanya. bukan apa yang kita fikirkan tentang diri mereka dan bukan kita mengiginkan mereka menjadi apa.
Dengan kata lain orang lebih tertarik pada diri mereka sendiri bukan pada kita sebaliknya kita akan lebih tertarik pada diri kita sendiri dari pada orang lain.
Ingatlah bahwa tindakan manusia diatur oleh fikirannya sendiri, kepentingan dirinya sifat ini sangat kuat dalam diri manusia sehingga fikiran yang menonjol dalam kasih sayang adalah kepuasan atau kenikmatan yang diperoleh si pemberi dengan memberi bukan menerima.
Kita tidak perlu meminta maaf atau menjadi malu karena mengetahui bahwa kodrat manusia adalah mementingkan dirinya sendiri.
Sejak awal memang demikian dan akan tetap demikian sampai akhir zaman karena manusia ditempatkan di bumi dengan kodrat itu. kita semua serupa dengan hal ini.
Jadi sesungguhnya ini adalah kunci kehidupan bagi kita untuk menyadari bahwa orang terutama tertarik pada diri mereka sendiri dan bukan pada kita.

Disadur dari buku skill with people